Mr. Romy Buchari
PT Maybank Indonesia, tbk
The Role Of Islamic Banking In Community Development: Highlight from Maybank Indonesia
Sesi panel 2 dimoderatori oleh Widya Puspita Sari, mahasiswi Institut Tazkia. Adapun Pembicara pertama pada subtema “The Role Of Islamic Banking In Community Development” adalah Bapak Romy Buchari, perwakilan dari PT Maybank Indonesia, tbk. Pada presentasinya, beliau menjelaskan terkait peran perbankan Islam untuk kemajuan masyarakat dari perspektif Maybank Indonesia. Menurutnya, perkembangan Indonesia dalam konteks aset perbankan semakin berkembang dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2014, Maybank Syariah mulai mengadopsi Sharia First yang mengacu pada strategi kunci yang mengandung nilai-nilai syariah kepatuhan terhadap komersialitas layanannya. Menurutnya, inilah yang menjadi preferensi konsumen mayoritas Indonesia. Maybank Syariah menyediakan produk yang tersedia dan masuk akal bagi pelanggan dan masih dapat diterima (syariah). Strategi kunci ini membutuhkan dukungan dari semua tingkatan bank. Selain itu, beliau menyatakan strategi utama lain yang membantu Maybank Indonesia menjadi ukuran substansial yang cukup besar adalah mereka tidak bergantung pada siklus perbankan ritel. Maybank Syariah juga mengembangkan perbankan komersial, korporasi, dan grosir (perbankan global dan bisnis).
Dalam presentasinya, ia mengatakan Maybank Syariah benar-benar berusaha untuk melakukan pendekatan dengan masyarakat sekitar dan berusaha untuk terlibat dengan berbagai komunitas agar dapat membantu & memberikan nilai positif. Strategi inovasi berbasis komunitas ini bertujuan untuk menjangkau pelanggan atau komunitas melalui smartphone. Karena Maybank tidak menyediakan ribuan cabang di seluruh Indonesia, ini bisa menjadi cara efektif bagi mayoritas masyarakat yang mayoritas memiliki smartphone. Maybank Syariah bekerjasama dengan banyak komunitas di Indonesia yang juga memiliki platform online seperti komunitas modest fashion dan komunitas sepeda. Maybank Syariah juga melihat sisi komersialitas (manfaat ekonomi aktual) produk-produk dengan nilai syariah yang bisa ditawarkan kepada pelanggannya. Misalnya: Maybank Syariah menyediakan fitur asuransi takaful gratis dari rekening tabungan nasabah. Untuk meningkatkan produktivitas, Maybank Syariah membangun kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terpercaya dan bereputasi serta kolaborasi strategis dalam proyek pemerintah untuk mendukung SDGs.
Menurutnya, sifat pasar di Indonesia yang tertarik pada aspek syariah namun tetap memperhatikan pada komersialitas produk. Untuk menyikapi hal tersebut, Maybank Indonesia bekerja memenuhi permintaan masyarakat, misalnya: membuat produk lebih menarik. Menurutnya, dia berharap pemerintah memberikan perhatian pada pembangunan. Misalnya, saat ia berargumen, “Mengapa tidak meminta sivitas akademika untuk memiliki rekening bank syariah? Itu bisa dimulai oleh kementerian agama. Ini adalah kemenangan cepat yang dengan mudah dapat meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia ” sahutnya.
Ia menyatakan bahwa ekonomi Islam adalah sebuah perjalanan, meskipun tidak sempurna jika dibandingkan dengan perbankan konvensional. Dalam konteks Perbankan Syariah, ia berharap pangsa pasar Perbankan Syariah bisa naik lebih dari 6%.
Dr. Ken Sudarti M.Si,
Universitas Islam Sultan Agung sebagai
Strategi Pembangunan Manusia dalam Emerging Economies Islamic Vanguard Spirit (IVS)
Pembicara kedua pada tema “The Role Of Islamic Banking In Community Development” adalah Dr. Ken Sudarti M.Si, dari Universitas Islam Sultan Agung. Pada sesi ini, beliau menyampaikan terkait bidang yang sedang ia teliti dan tekuni yakni Islamic Vaniguard Spirit. Menurutnya, Islamic Vanguard Spirit (IVS) adalah semangat individu untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik, memperbaiki diri terus menerus, juga meminta dan membantu yang lain bersedia dan melakukan aktivitas kerja terbaik. Ada tiga macam keunikan dari kebaruan ini: 1. hubungan ganda (HabluminAllah dan Habluminannas), 2. dimensi ganda tepat waktu (di dunia dan akhirat), dan 3. Pemberdayaan ganda (self-empowering dan empowering others).
Terdapat empat dimensi IVS; Excellence Achievement Spirit (EAS), Long-Life Learning Spirit (3LS), Voluntary Asking Spirit (VAS), dan Voluntary Helping Spirit (VHS). Setiap dimensi memiliki beberapa indikator. Pertama, indikator EAS yaitu: melakukan yang terbaik berdasarkan ibadah, optimalisasi sumber daya, kemitraan yang adil, dan profesionalisme. Kedua, indikator 3LS, yaitu: perbaikan berkelanjutan, pembelajaran dari pengalaman masa lalu, pembelajaran observasional, dan lebih baik tanpa menghilangkan orang lain. Ketiga, indikator VAS yaitu: intensitas dakwah, komunikasi dakwah, kepribadian dakwah. Keempat, indikator VHS yaitu: semangat membantu sesama, inisiatif membantu secara spontan, inisiatif membantu tanpa mengharapkan balasan dan inisiatif membantu peran ekstra. Ini adalah strategi pembangunan manusia yang dapat diterapkan untuk meningkatkan nilai kemanusiaan lembaga keuangan Islam.
Beliau menyimpulkan beberapa poin. Pertumbuhan lembaga keuangan Islam bergantung pada manusia, oleh karena itu manusia harus memiliki jiwa khilafah (penerus) yang baik. Selain itu, melalui pemberdayaan ganda (self-empowering and empowering others), setiap individu mampu memotivasi dirinya sendiri untuk mencapai hasil terbaik, sekaligus memberdayakan rekan kerja. Beliau juga mengemukakan bahwa untuk mewujudkan IVS, pelatihan dan pendampingan yang meliputi pemahaman nilai dan konsep dasar ekonomi Islam perlu terus dilakukan peningkatan kapasitas dan kualitas hasil.
Dr. Yurizal Djamaluddin Sanergo, M.Ec
Universitas Darusasalam Gontor (UNIDA)
Islamic Micro Finance and Sustainable Development Goals
Sesi panel ke-2 ini dilanjutkan dengan tema kedua, yaitu: “Islamic Micro Finance and Sustainable Development Goals”. Pembicara pertama pada tema ini ialah Dr. Yurizal Djamaluddin Sanergo, M.Ec, dari Universitas Darusasalam Gontor (UNIDA)
Di awal pemaparannya, beliau membuka topik terkait Sustainable Development Goals (SDGs). Menurutnya, latar belakang SDGs: terinspirasi dari konsep Triple Bottom Line (TBL) atau dalam istilah lain disebut 3P (profit, people and planet). Tujuan pembangunan baru ini menegaskan kembali komitmen internasional untuk mengakhiri kemiskinan. Ada empat pilar SDGs, yaitu: 1. Pembangunan Sosial, 2. Pembangunan Ekonomi, 3. Pembangunan Lingkungan, dan 4. Pembangunan Hukum dan Pemerintahan. SDGs akan mempengaruhi para praktisi untuk berkerja sama guna mencapai pembangunan berkelanjutan.
Sebelum SDGs, PBB memiliki Millenium Development Goals (MDGs). Beberapa agenda MDGs yang belum tercapai akan dilanjutkan dalam pelaksanaan pencapaian SDGs hingga tahun 2030. Beliau menyatakan ada beberapa perbaikan SDGs seperti: kerangka SDGs disusun menggunakan isu negara berkembang, perluasan sumber pendanaan, mengedepankan HAM dan inklusivitas, melibatkan semua pihak untuk berkontribusi, dan memiliki target untuk menyelesaikan semua tujuan (zero goal).
Selain itu, ia juga berpendapat bahwa beberapa inisiatif atau regulasi di Indonesia telah dirumuskan SDGs dalam rangka mempromosikan SDGs. Namun sekali lagi, ia menegaskan bahwa semua inisiatif besar tidak bisa tercapai kecuali ada cara partisipatif atau inklusif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan.
Berbicara tentang Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKM), ia menyatakan peran LKM penting untuk mendukung SDGs. Namun, beliau juga berpendapat bahwa karena LKM adalah pasar yang sepenuhnya berbasis, apa yang mereka lakukan hanyalah “membiayai kemiskinan” dan tidak ada hubungannya dengan mempromosikan pencapaian SDGs.
Masalah kemiskinan sangat terkait dengan inklusi sosial. Dan pendekatan yang dapat digunakan untuk mewujudkan inklusi sosial adalah melalui pemberdayaan masyarakat. Pendekatan ini mencakup perantara sosial dan perantara komersial. Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan profitabilitas dan kebutuhan sosial untuk mengatasi kemiskinan di antara anggota masyarakat marjinal. Metode ini harus diadopsi di beberapa LKM.
Ia menutup presentasinya dengan menyebutkan beberapa sambutan. Pertama, tujuan pemberdayaan masyarakat. Kedua, meningkatkan komitmen pemerintah untuk terlibat penuh dalam mewujudkan SDGs. Dan terakhir, diperlukannya pengembangan produk yang kreatif dan inovatif dalam kerangka “Paradigma Maslahah”.
Prof. Dr. Abdul Ghafar Ismail,
Universitas Sains Islam Malaysia
Islamic Micro Finance and Sustainable Development Goals
Sesi panel ke 2 diakhir dengan pembicar dari Universitas Sains Islam Malaysia, Prof. Dr. Abdul Ghafar Ismail. Ia mengawali presentasinya dengan topik yang sama yaitu Susutainabale Development Goals (SDGs). Menurutnya SDGs merupakan sebuah kerangka tujuan yang ambisius dan juga membutuhkan upaya yang mencakup semua pihak dan membutuhkan kolaborasi dari semua pemangku kepentingan: pemerintah, lembaga, dan masyarakat. Ini sangat penting bagi negara-negara berkembang yang jauh di belakang target.
Lebih lanjut, ia melanjutkan presentasinya tentang Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Menurutnya, karakter LKMS yang bersifat sosial ekonomi dapat menciptakan upaya sinergis dalam pencapaian SDGs.
Dalam presentasinya, ia menampilkan data tentang pencapaian SDGs di negara-negara di dunia. Secara keseluruhan, hanya SDG no 1, 12, 13 yang telah tercapai. Sebagian besar negara muslim atau negara Organisation Kerjasama Islam (OKI) belum mencapai SDG no 1 (pengentasan kemiskinan). Ia berpendapat bahwa untuk mencapai dan menyukseskan SDGs, kita bisa mulai dengan menganalisis keselarasan rencana nasional (kebijakan moneter selaras dengan indikator SDG), termasuk peran LKMS.
Apa yang telah dilakukan LKMS? Menurutnya, LKMS telah membuktikan dampaknya terhadap pembangunan sosial-ekonomi, pemberdayaan perempuan, pengembangan sumber daya manusia dan modal sosial pedesaan, pengentasan kemiskinan, pengembangan pendidikan peminjam, pengembangan kewirausahaan dan UKM, kesehatan dan kesejahteraan, inovasi dan pengembangan produk baru, keberlanjutan finansial, dan keberlanjutan kelembagaan. Dampak tersebut sejalan dengan poin-poin dalam SDGs.
Selain itu, ia menekankan pentingnya mengetahui pelaporan kegiatan LKMS. Hal ini bertujuan untuk menilai dampaknya terhadap SDGs dan juga sebagai kebijakan intervensi pembangunan sosial ekonomi melalui LKMS. Ia mencontohkan beberapa kegiatan yang berdampak pada SDGs melalui pembiayaan dan shadaqah.
Terakhir, karena latar belakang SDGs adalah konsep 3P, ia mengkritisi bahwa pandangan dunia SDGs hanya berfokus pada People (Manusia) dan Planet saja tetapi tidak melihat konteks Pencipta (Manusia) dan Planet (Allah Ta’ala).